Rabu, 10 Juli 2013

PUASA DAN KESEHATAN HATI

Dr. H. R. M. Daradjat, SpAn
Dalam rangka menyambut bulan suci ramadhan DKM As Salamun membuat Jadwal Kuliah Tujuh Menit (kultum) ba’da dhuhur. Penceramah di hari pertama puasa ramadhan Rabu (10/7/2013) adalah Kepala RSAU Dr. M. Salamun Kolonel Kes dr. H. R. M. Daradjat, SpAn. Beliau berkenan menyampaikan kultum dengan judul Puasa dan Kesehatan Hati.

Inti kultum yang disampaikan sbb :
الحمد لله رب العالمين وصلى الله على نبيينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين, أما بعد

Jamaah yang berbahagia

Hati adalah sebuah kelenjar terbesar dan kompleks dalam tubuh, berwarna merah kecoklatan, yang mempunyai berbagai macam fungsi, termasuk perannya dalam membantu pencernaan makanan dan metabolisme zat gizi dalam sistem pencernaan.
Salahsatu fungsi diantaranya menetralisir zat-zat beracun dalam tubuh (detoksifikasi).
Zat-zat beracun, baik yang berasal dari luar tubuh seperti dari obat maupun dari sisa metabolisme yang dihasilkan sendiri oleh tubuh akan didetoksifikasi (dinetralisir) oleh enzim-enzim hati sehingga menjadi zat yang tidak aktif. Namun, keracunan zat psikotropika dengan dosis besar dan bahan-bahan kimia industri dapat merusak sel hati.

Adapun letaknya, Al-Qur`an dan As-Sunnah telah menunjukkan bahwa dia terletak di dalam dada. Allah berfirman,  “Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”.
 (QS. Al-Hajj: 46)

Dan Nabi juga bersabda tentang ketaqwaan, “Ketaqwaan itu di sini, ketaqwaan itu di sini,” seraya beliau menunjuk ke dada beliau (HR. Muslim dari Abu Hurairah). Dan tempat ketaqwaan tentunya adalah dalam hati.

Hati dalam arti sanubari, merupakan bagian terpenting dalam diri manusia. Ia menjadi poros dan sentral dari seluruh perilaku manusia. Ia bagaikan raja yang menggerakkan seluruh punggawanya. Dari hati, seluruh anggota badan lainnya mengambil keteladanannya, baik dalam ketaatan atau penyimpangan.

Nabi Shollalluhu’alaihi wasallam bersabda ;

أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Apabila daging itu baik maka baiklah tubuh manusia itu, akan tetapi bila daging itu rusak maka rusak pula tubuh manusia. Ketahuilah bahwa sesungguhnya segumpal daging itu adalah hati”.
(H.R. Bukhari-Muslim)

Di hati inilah, dua potensi keinginan akan saling bertolak belakang dan disana pula dua kutub yang saling bertentangan berada. Dua potensi itu mengajak kepada kebaikan atau kejahatan, ketaatan atau kemaksiatan, kecintaan atau kedengkian. Oleh karena itu, hati disebut qalbun dalam bahasa Arab, karena litaqallubihi (cepat berubahnya) dari satu kondisi kedalam kondisi lain. Semua itu tergantung nutrisi yang diserap oleh hati.
Semakin baik asupan yang diberikan kepada hati, semakin baik pula hati mengontrol dan mengarahkan anggota tubuhnya.
Inilah yang disebut proses tazkiyah nafs (penyucian jiwa).

Sebaliknya, apabila seseorang tidak mampu memberikan asupan terbaik bagi hatinya, maka hati akan dipenuhi dengan berbagai penyakit, sehingga perilaku yang dilahirkan adalah kehinaan.

Dalam hal ini Allah menjelaskan dalam surat Asy-Syams,
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”

Oleh karena itu, sebagian ulama membagi hati manusia menjadi 3 bagian, yaitu qalbun salim (hati yang sehat), qalbun mayyit (hati yang mati) dan qalbun maridh (hati yang sakit).

Ketiga kategori ini sangat bergantung kepada proses asupan yang diterima oleh hati. Apabila hati selalu mendapatkan asupan yang baik, maka jiwa yang terdapat di dalamnya akan mampu mendorong anggota tubuh kepada kebaikan, begitu pula sebaliknya.

Kaum muslimin wal muslimat yang dimuliakan Allah,

Di bulan puasa ini, kita dilatih untuk mampu melakukan proses Tazkiyah nafs, menjaga hati dengan memberikan asupan nutrisi yang baik, dan menjaganya dari berbagai penyakit yang merusaknya. Itu ditempuh dengan melakukan berbagai ibadah seperti puasa, shalat malam, baca Al Quran, mendengarkan taushiyah serta menjauhkan hati dari berbagai penyakit seperti : riya, membanggakan diri, sombong, kikir dan lainnya. Semua itu diharapkan membuat hati menjadi sehat. Karena dengan hati yang sehat, jiwa akan selalu memberikan potensi yang baik dan bergerak kepada hal-hal yang positif. Hati yang penuh dengan cahaya keimanan akan cenderung membuat seseorang untuk memberi manfaat kepada sesama dan menjauhkannya dari perbuatan yang merugikan sesama. Inilah yang disebutkan Allah dalam kalamnya, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. (asy-Syams-9)
Disebut beruntung karena keberhasilan menyucikan jiwa yang ada dalam hati adalah pokok kebaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Jamaah yang berbahagia,

Seorang yang berpuasa harus mampu mempertahankan kesehatan hatinya dan mengobati hatinya yang sedang sakit. Ia seharusnya mampu menghiasi hari-harinya dengan sesuatu yang membawa kemanfaatan, baik untuk dirinya maupun orang lain, untuk dunia maupun akhiratnya.

Bukankah Rasulullah Shollallohu’alaihi wasallam telah mengatakan dalam hadist sahih yang diriwayatkan Imam Muslim, yang maksudnya: “ Kejarlah, capailah apa saja yang membawa kemanfaatan bagimu, mintalah tolong kepada Allah dan jangan merasa pesimis.” Sikap produktif ini tidak mungkin dapat diraih oleh seseorang yang hatinya dipenuhi dengan kedengkian, kebencian, kezaliman dan kegelapan.
  
Inilah yang ingin dibersihkan Rasulullah Shollallohu’alaihi wasallam dari benak umat lewat pesannya kepada Anas: “Wahai anakku, apabila kamu mampu berada di pagi dan sore hari, sedang hati kamu tidak menyimpan suatu kedengkian kepada seseorang, maka lakukanlah”. (HR.Turmudzi).

Mari kita membiasakan diri untuk selalu berpikir positif dan meningkatkan kapasitas diri kita di bulan yang suci ini.
Beliau mengakhiri kultumnya.

وصلى الله على نبيينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين, والحمد لله رب العالمين

Doc. by Bio