Dr. H. R. M. Daradjat, SpAn |
Inti kultum yang disampaikan sbb :
الحمد لله رب العالمين وصلى الله على نبيينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين, أما بعد
Jamaah
yang berbahagia
Hati adalah
sebuah kelenjar terbesar dan kompleks dalam tubuh, berwarna merah kecoklatan,
yang mempunyai berbagai macam fungsi, termasuk perannya dalam membantu
pencernaan makanan dan metabolisme zat gizi dalam sistem pencernaan.
Salahsatu
fungsi diantaranya menetralisir zat-zat beracun dalam tubuh (detoksifikasi).
Zat-zat
beracun, baik yang berasal dari luar tubuh seperti dari obat maupun dari sisa
metabolisme yang dihasilkan sendiri oleh tubuh akan didetoksifikasi
(dinetralisir) oleh enzim-enzim hati sehingga menjadi zat yang tidak aktif.
Namun, keracunan zat psikotropika dengan dosis besar dan bahan-bahan kimia
industri dapat merusak sel hati.
Adapun letaknya,
Al-Qur`an dan As-Sunnah telah menunjukkan bahwa dia
terletak di dalam dada. Allah berfirman,
“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta,
ialah hati yang di dalam dada”.
(QS. Al-Hajj: 46)
Dan Nabi juga bersabda tentang ketaqwaan, “Ketaqwaan
itu di sini, ketaqwaan itu di sini,” seraya
beliau menunjuk ke dada beliau (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
Dan tempat ketaqwaan tentunya adalah dalam hati.
Hati
dalam arti sanubari, merupakan bagian terpenting dalam diri manusia. Ia menjadi
poros dan sentral dari seluruh perilaku manusia. Ia bagaikan raja yang
menggerakkan seluruh punggawanya. Dari hati, seluruh anggota badan lainnya
mengambil keteladanannya, baik dalam ketaatan atau penyimpangan.
Nabi
Shollalluhu’alaihi wasallam bersabda ;
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal daging.
Apabila daging itu baik maka baiklah tubuh manusia itu, akan tetapi bila daging
itu rusak maka rusak pula tubuh manusia. Ketahuilah bahwa sesungguhnya segumpal
daging itu adalah hati”.
(H.R.
Bukhari-Muslim)
Di hati
inilah, dua potensi keinginan akan saling bertolak belakang dan disana pula dua
kutub yang saling bertentangan berada. Dua potensi itu mengajak kepada kebaikan
atau kejahatan, ketaatan atau kemaksiatan, kecintaan atau kedengkian. Oleh
karena itu, hati disebut qalbun dalam bahasa Arab, karena litaqallubihi (cepat berubahnya) dari satu kondisi kedalam kondisi
lain. Semua itu tergantung nutrisi yang diserap oleh hati.
Semakin baik
asupan yang diberikan kepada hati, semakin baik pula hati mengontrol dan
mengarahkan anggota tubuhnya.
Inilah yang
disebut proses tazkiyah nafs (penyucian jiwa).
Sebaliknya,
apabila seseorang tidak mampu memberikan asupan terbaik bagi hatinya, maka hati
akan dipenuhi dengan berbagai penyakit, sehingga perilaku yang dilahirkan
adalah kehinaan.
Dalam hal ini
Allah menjelaskan dalam surat Asy-Syams,
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan
ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
Oleh karena
itu, sebagian ulama membagi hati manusia menjadi 3 bagian, yaitu qalbun
salim (hati yang sehat), qalbun
mayyit (hati yang mati) dan qalbun
maridh (hati yang sakit).
Ketiga kategori ini sangat
bergantung kepada proses asupan yang diterima oleh hati. Apabila hati selalu
mendapatkan asupan yang baik, maka jiwa yang terdapat di dalamnya akan mampu mendorong anggota tubuh kepada
kebaikan, begitu pula sebaliknya.
Kaum muslimin
wal muslimat yang dimuliakan Allah,
Di bulan puasa
ini, kita dilatih untuk mampu melakukan proses Tazkiyah nafs, menjaga hati
dengan memberikan asupan nutrisi yang baik, dan menjaganya dari berbagai
penyakit yang merusaknya. Itu ditempuh dengan melakukan berbagai ibadah seperti
puasa, shalat malam, baca Al Quran, mendengarkan taushiyah serta menjauhkan
hati dari berbagai penyakit seperti : riya, membanggakan diri, sombong, kikir
dan lainnya. Semua itu diharapkan membuat hati menjadi sehat. Karena dengan
hati yang sehat, jiwa akan selalu memberikan potensi yang baik dan bergerak
kepada hal-hal yang positif. Hati yang penuh dengan cahaya keimanan akan
cenderung membuat seseorang untuk memberi manfaat kepada sesama dan
menjauhkannya dari perbuatan yang merugikan sesama. Inilah yang disebutkan
Allah dalam kalamnya, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa
itu”. (asy-Syams-9)
Disebut
beruntung karena keberhasilan menyucikan jiwa yang ada dalam hati adalah pokok
kebaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Jamaah
yang berbahagia,
Seorang
yang berpuasa harus mampu mempertahankan kesehatan hatinya dan mengobati
hatinya yang sedang sakit. Ia seharusnya mampu menghiasi hari-harinya dengan
sesuatu yang membawa kemanfaatan, baik untuk dirinya maupun orang lain, untuk dunia
maupun akhiratnya.
Bukankah
Rasulullah Shollallohu’alaihi wasallam telah mengatakan dalam hadist sahih yang diriwayatkan Imam Muslim, yang maksudnya: “ Kejarlah, capailah
apa saja yang membawa kemanfaatan bagimu, mintalah tolong kepada Allah dan
jangan merasa pesimis.” Sikap produktif ini tidak
mungkin dapat diraih oleh seseorang yang hatinya dipenuhi dengan kedengkian,
kebencian, kezaliman dan kegelapan.
Inilah
yang ingin dibersihkan Rasulullah Shollallohu’alaihi wasallam dari benak umat
lewat pesannya kepada Anas:
“Wahai anakku, apabila kamu mampu berada di pagi dan sore
hari, sedang hati kamu tidak menyimpan suatu kedengkian kepada seseorang, maka
lakukanlah”. (HR.Turmudzi).
Mari
kita membiasakan diri untuk selalu berpikir positif dan meningkatkan kapasitas
diri kita di bulan yang suci ini.
Beliau
mengakhiri kultumnya.
وصلى
الله على نبيينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين, والحمد لله رب العالمين
Doc.
by Bio